ASMA
BINTI ABU BAKAR

Semenjak permulaan Islam, Asma' telah banyak membantu
perjuangan Nabi s.a.w bersama ayahnya. Ketika Rasulullah s.a.w dan Abu Bakar
r.a dikejar oleh kaum kafir Quraisy, kedua-duanyanya bersembunyi di gua Thur
selama 3 hari, maka pada waktu petang Asma' binti Abu Bakar berseorangan diri
telah datang ke tempat persembunyian itu untuk membawa makanan dan minuman
untuk Nabi s.a.w dan ayahnya Abu Bakar r.a.
Kaum Quraisy yang kehilangan jejak mereka berdua mendatangi
rumah Abu Bakar, begitu pintu dibuka oleh Asma binti Abu Bakar, Abu Jahal
berkata, "Dimana ayahmu??"
"Demi Allah, aku tidak tahu dimana ayahku
berada…!!" Kata Asma.
Abu Jahal sangat marah dengan jawaban singkat ini, ia
mengangkat tangannya dan menampar dengan keras pipi Asma sehingga
anting-antingnya terlepas. Setelah itu mereka berlalu dan memerintahkan untuk
memblokade semua jalan keluar dari
Makkah.
Tidak lama kemudian, kakeknya Abu Quhafah, ayah dari Abu
Bakar, mendatangi cucunya tersebut karena ia mendengar kalau Abu Bakar telah
meninggalkan Kota Makkah. Ia khawatir kalau cucu-cucunya terlantar setelah
ditinggal pergi ayahnya. Ia menanyakan kepada Asma tentang harta yang
ditinggalkan untuk biaya kehidupan mereka. Asma sangat memahami kekhawatiran
yang dirasakan oleh kakeknya ini, dan sebenarnyalah Abu Bakar telah membawa
hampir semua harta kekayaannya sebanyak 6.000 dirham. Karena ia bersiasat untuk
menenangkan hati kakeknya. Ia meletakkan batu kerikil di lubang penyimpanan
uang ayahnya dan menutupinya dengan kain. Setelah itu ia menuntun kakeknya yang
telah buta tersebut dan meletakkan tangannya di lubang penyimpanan uang sambil
berkata, "Inilah harta yang ditinggalkan untuk kami, Kakek!!"
Abu Quhafah meraba kerikil yang tertutup kain dalam lubang
penyimpanan, dan menganggapnya sebagai
uang dirham yang cukup banyak.
Karena itu ia berkata, "Baguslah kalau ia meninggalkan ini untuk
kalian…!!"
Setelah bersembunyi selama tiga hari di Gua Tsur, Nabi SAW
dan Abu Bakar memutuskan untuk berangkat ke Madinah. Asma mempersiapkan
perbekalan, makanan dan minuman untuk perjalanan beliau dan ayahnya, lalu
membawanya ke Gua Tsur. Tetapi ia lupa tidak membawa tali untuk mengikatkan
perbekalan tersebut ke tunggangan, karena itu ia membelah dua ikat pinggangnya.
Satu potong digunakan untuk mengikat perbekalan ke tunggangan, satunya lagi
dipakainya sebagai ikat pinggang. Melihat apa yang dilakukannya ini, Nabi SAW
menggelarinya "Dzaatun Nithaaqain" (yang memiliki dua ikat pinggang).
Semua peristiwa itu terjadi ketika Asma dalam keadaan hamil,
bahkan suaminya, Zubair bin Awwam telah terlebih dahulu hijrah bersama kaum
muslimin lainnya, sebagaimana diperintahkan Rasulullah SAW. Sungguh pengorbanan
yang tidak terkira dari wanita perkasa ini. Dan semua itu dilakukannya dengan
ringan dan ikhlas, karena kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya.
Beberapa hari berlalu setelah peristiwa itu, saat itu Nabi
SAW beserta Abu Bakar telah meninggalkan tenda Ummu Ma'bad, terdengar suara
yang menggema seantero Makkah, suara syair yang diucapkan berulang-ulang,
"Allah Penguasa Arsy melimpahkan pahala yang terbaik, dua orang yang lemah
lembut lewat di tenda Ummu Ma'bad, mereka melanjutkan perjalanan setelah
singgah sejenak, sungguh beruntung orang yang menyertai Nabi Muhammad (SAW),
ceritakan apa yang disingkirkan Allah dari kalian, karena perbuatan orang-orang
yang tidak mendapat balasan, Bani Ka'b
benar-benar menjadi hina karena anak-anak gadisnya, tanah yang subur adalah
tempat duduk bagi mereka yang percaya,
tanyalah saudari kalian tentang domba dan bejananya, jika kalian tanyakan domba
itu tentu akan melihatnya…"
Hampir semua penduduk Makkah keluar dari rumahnya untuk
mencari siapa gerangan yang mengucapkan syair tersebut, tetapi mereka tidak
bisa menemukan seorangpun. Padahal syair itu masih saja jelas terdengar, dan
mereka bisa mengikuti jejak suaranya
yang berpindah-pindah. Asma binti Abu Bakar juga keluar dari rumahnya, dan ia
melihat sosok laki-laki yang bergerak cepat di dataran rendah Makkah sambil
melantunkan syair tersebut. Tidak berapa lama ia telah tampak di dataran tinggi
Makkah, masih tetap melantunkan syair tersebut. Namun demikian hanya Asma yang
melihatnya, sementara penduduk Makkah lainnya hanya menemukan jejak-jejaknya di
pasir, dan juga jejak suaranya. Melihat gerakannya yang cepat, tentulah ia
bukan manusia biasa, layaknya jin saja atau malaikat, Wallahu alam. Yang jelas,
dari syair-syair tersebut, Asma dan orang-orang muslim yang masih tinggal di
Makkah mengetahui bahwa Nabi SAW berada dalam perjalanan ke Madinah, dan berada
di jarak yang aman dari pengejaran kaum Quraisy.
Beberapa hari berlalu, setelah suasana kota menjadi tenang
kembali karena hijrahnya Nabi SAW dan Abu Bakar, Asma dan saudara-saudaranya
menyusul hijrah ke Madinah beserta beberapa orang muslim yang masih tertinggal.
Setelah beberapa hari tinggal di Madinah, ia melahirkan seorang bayi laki-laki
yang diberi nama Abdullah. Kaum muslimin, baik dari kalangan Anshar ataupun
Muhajirin menyambut gembira kelahiran Abdullah bin Zubair seakan memperoleh
"durian runtuh", mereka mengelu-elukannya bahkan membawanya keliling
kota Madinah melewati kampung-kampung orang
Yahudi. Apa sebabnya begitu "heboh" penyambutan kelahiran bayi
Asma ini?
Orang-orang Yahudi di Madinah ternyata tidak senang dengan
kehadiran Nabi SAW dan kaum Muhajirin di sana. Mereka mengatakan bahwa
dukun-dukun Yahudi telah menyihir orang-orang muslim tersebut sehingga mereka
semua akan mandul. Karena itulah ketika Asma melahirkan putranya, kaum muslimin
menyambutnya dengan gegap-gempita dan membawanya melewati kampung-kampung
Yahudi untuk membuktikan bahwa apa yang mereka katakan hanyalah kebohongan
semata-mata.
Asma sempat mengalami masa-masa sulit dalam kehidupannya,
kemudian berbalik menjadi kelimpahan, tetapi semua itu tidak merubah
kesalehannya dan ia tetap teguh memegang kebenaran. Allah memanjangkan usia
Asma dan ia mengalami masa-masa fitnah, hingga saat beralihnya kekuasaan ke tangan dinasti Bani
Umayyah. Ketika ia melahirkan putranya,
Abdullah bin Zubair, dan putranya tersebut dibawa kepada Rasulullah SAW, beliau
melihat suatu gambaran jalan kehidupan putranya tersebut, beliau bersabda
tentang Abdullah bin Zubair, "Dia laksana domba, yang dikelilingi oleh
harimau yang berbulu domba….!!"
Setelah peristiwa Karbala dan Harrah di Madinah, disusul
kemudian dengan kematian Yazid bin Muawiyah, masyarakat Hijaz dan sekitarnya
memba'iat putra Asma, Abdullah bin Zubair, sebagai khalifah dengan kedudukannya
di kota Makkah. Sementara di Syam, Bani Umayyah mengangkat Marwan bin Hakam,
kemudian digantikan oleh putranya, Abdul
Malik bin Marwan. Khalifah Abdul Malik ini membentuk pasukan besar berkekuatan
40.000 orang dengan komandannya yang bengis dan kejam, Hajjaj bin Yusuf ats
Tsaqafi, untuk menyerang Makkah, khususnya untuk membunuh Abdullah bin Zubair.
Pasukan Syam ini melakukan pengepungan kota Makkah selama
berbulan-bulan sambil menyerangnya dengan manjaniq (katapel besar dengan peluru
batu-batuan dan terkadang berapi), sehingga sebagian Masjidil Haram dan Ka'bah
mengalami kerusakan. Akibat pengepungan
ini, sebagian besar anggota pasukan Ibnu Zubair menyerah atau membelot ke
pasukan Hajjaj karena kekurangan makanan dan kelaparan. Tetapi ada juga karena
berbagai tawaran kenikmatan duniawiah yang ditawarkan oleh Hajjaj.
Para pengikut yang setia mendampingi Ibnu Zubair makin
sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau
meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi
taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asma binti Abu Bakar yang telah
berusia sekitar 97 tahun dan telah buta matanya, untuk mendiskusikan masalah
yang dihadapinya.
Ibnu Zubair menceritakan situasi yang sedang dihadapinya itu
kepada ibunya, dan berbagai kemungkinan yang terjadi pada pasukan yang
dipimpinnya, yang jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya
tersebut, Asma jadi teringat dengan "ramalan" Nabi SAW saat
melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah SAW untuk putranya,
dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut.
Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh
memegang kebenaran, Asma berkata, "Demi Allah, wahai anakku, engkau lebih
tahu tentang dirimu. Jika engkau berada di jalan kebenaran, dan engkau menyeru kepada kebenaran tersebut,
teruskanlah langkahmu, sahabat-sahabatmu telah banyak yang gugur demi kebenaran
tersebut. Janganlah engkau mau dipermainkan oleh budak-budak Bani Umayyah.
Tetapi jika sebaliknya, engkau hanya menginginkan dunia, engkau adalah
seburuk-buruknya orang yang mencelakakan dirimu sendiri dan juga orang-orang
yang berjihad bersamamu…"
Tentu saja Abdullah bin Zubair bukan tipe yang kedua, yang
hanya mementingkan kepentingan duniawiah. Ketika ia menyatakan kekhawatirannya
bahwa Hajjaj akan menyalib dan menyayat-nyayat tubuhnya setelah kematiannya,
dengan tegas ibu yang perkasa ini berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya
kambing itu sama sekali tidak merasakan sakitnya dikuliti setelah ia
disembelih. Teruskanlah langkahmu, dan mintalah petolongan kepada
Allah…!!"
Abdullah bin Zubair menjadi lega, karena sesungguhnya yang
dikhawatirkan adalah perasaan ibunya. Sesaat kemudian Asma berkata lagi kepada
putranya, "Aku memohon kepada Allah, semoga ketabahan hatiku ini menjadi
kebaikan bagimu, baik engkau yang mendahului aku menghadap Allah, atau aku yang
mendahuluimu…."
Sesaat kemudian Asma berdoa, "Ya Allah, semoga
ibadahnya sepanjang malam, dan puasanya sepanjang siang, serta baktinya kepada
dua orang tuanya, Engkau menerimanya disertai dengan cucuran Rahmat-Mu. Ya
Allah, aku serahkan segala sesuatu tentang
dirinya kepada kekuasaan-Mu, dan aku rela menerima keputusan-Mu. Ya Allah,
berilah aku pahala atas segala perbuatan Abdullah bin Zubair ini, pahalanya
orang-orang yang sabar dan bersyukur…."
Dengan ucapan dan doa yang dipanjatkan ibunya ini, langkah
dan hati Ibnu Zubair terasa lepas, tidak ada
lagi ganjalan apapun pada dirinya untuk memperoleh kesyahidan yang
didambakannya. Mereka berpelukan, dan
demi diketahuinya bahwa anaknya masih memakai baju besi, Asma memerintahkan
untuk melepaskannya, sambil berkata, "Apa-apaan ini Abdullah..!! Orang yang
memakai ini, hanyalah mereka yang tidak menginginkan apa yang sebenarnya engkau
inginkan…!!"
Ibnu Zubairpun melepaskan baju besi yang dipakaianya.
Setelah mengucapkan salam perpisahan dengan ibunya, ia bersama sisa pasukannya
yang tidak seberapa terjun menghadapi
pasukan Hajjaj. Dan seperti telah diperkirakan, mereka menemui syahidnya di
Tanah Haram Makkah, dan Hajjaj menyalib serta menyayat tubuhnya. Asma dengan
tegar berdiri di tempat penyaliban putranya, sambil terus mendoakan ampunan
bagi dirinya. Sementara itu Hajjaj mendekati Asma sambil berendah diri dan
berkata, "Wahai Ibu, Amirul mukminin Abdul Malik bin Marwan memberiku
wasiat untuk memperlakukan ibu dengan baik…maka, apakah ada keperluan ibu
kepada kami?"
Dengan suara tegas berwibawa, Asma berkata, "Aku bukan
ibumu, aku adalah ibu dari orang yang engkau salib dalam tiang karapan
itu….Hanya aku ingin menyampaikan satu ucapan Rasulullah SAW kepadamu, beliau
bersabda : ' Akan muncul dari Tsaqif, seorang pembohong dan seorang
durjana/bengis…' Tentang siapa pembohong
itu, telah kita ketahui bersama..(yakni, Mukhtar bin Abi Ubaid ats Tsaqafi yang mengaku sebagai
nabi). Sedangkan sang durjana/bengis, sepengetahuanku adalah
engkau orangnya….!!"
Hajjaj tidak berkutik dengan perkataan Asma ini dan ia
berpaling pergi. Kemudian Asma memerintahkan untuk menurunkan jenazah anaknya
dan menguburkan dengan layak. Tetapi sebagian riwayat lain menyebutkan, Hajjaj
memenggal kepala Ibnu Zubair, dan mempersembahkannya kepada Abdul Malik bin
Marwan di Syam.
Sebelum kewafatannya, Asma' binti Abu Bakar r.a. mewasiatkan
"Jika aku meninggal dunia kelak, mandikanlah dan kafankanlah aku, serta
wangikanlah aku, tetapi jangan tinggalkan wangian di kain kafanku dan jangan
bawa bersamaku api." Asma' binti Abu Bakar ra. meninggal dunia beberapa
malam setelah puteranya Abdullah bin Zubair diturunkan dari salib. Abdullah bin
Zubair telah terbunuh pada hari Selasa, 17 Jamadil-Awal tahun 73 Hijrah.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar