AYAT-AYAT TENTANG AKHIRAT
A. PENDAHULUAN
Sebagai seorang muslim, kita harus yakin bahwa
setelah kehidupan dunia, ada kehidupan akhirat yang kekal. Akan tetapi banyak
kita lihat, sebagian kaum muslimin lebih mementingkan kehidupan dunia. Hal ini
nampak dalam kehidupan sehari-hari, misalnya ketika adzan telah berkumandang
sebagian dari kita tidak menyegerakan untuk melaksanakan shalat. Mereka lebih
suka menyibukkan diri dengan urusan-urusan dunia dan sebagainya.
Tentunya kita harus prihatin, kemudian kita juga
harus berusaha untuk menyadarkan mereka agar tidak terlena oleh kehidupan
dunia. Kita harus berupaya untuk mengetahui tentang hakikat kehidupan dunia dan
kehidupan akhirat serta meyakini bahwa sanya segala sesuatu yang kita lakukan
di dunia, baik berupa amal sholeh maupun amal buruk pasti akan mendapat
pembalasan dari Allah ta’ala. Sebagaimana firmannya dalam surat Al-Zalzalah
ayat 10-11.
Maka dari itu penting bagi kita untuk mengetahui
hakikat kehidupan dunia dan akhirat serta pembalasan bagi perbuatan yang telah
kita lakukan di dunia berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah secara
relevan. Sehingga kita akan menjadi orang yang beruntung.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian
Akhirat
Akhirat (Bahasa
Arab: الآخرة; transliterasi: Akhirah) dipakai untuk mengistilahkan kehidupan
alam baka (kekal) setelah kematian/ sesudah dunia berakhir. Pernyataan
peristiwa alam akhirat sering kali diucapkan secara berulang-ulang pada
beberapa ayat di dalam Al Qur'an sebanyak 115 kali,[1] yang mengisahkan tentang
Yawm al-Qiyâmah dan akhirat juga bagian penting dari eskatologi Islam.
Akhirat dianggap sebagai salah satu dari rukun
iman yaitu: Percaya Allah, percaya adanya malaikat, percaya akan kitab-kitab
suci, percaya adanya nabi dan rasul dan percaya takdir dan ketetapan. Menurut
kepercayaan Islam, Allah akan memainkan peranan, beratnya perbuatan
masing-masing individu. Allah akan memutuskan apakah orang tersebut di akhirat
akan diletakkan di Jahannam (neraka) atau Jannah (surga). Kepercayaan ini telah
disebut sebelumnya sebagai Hari Penghakiman dalam ajaran Islam.
Akhirat adalah
dimensi fisik dan hukum-hukum dunia nyata yang terjadi setelah dunia fana
berakhir. Bagi mereka yang beragama samawi meyakini bahwa kehidupan akhirat
sebagai tempat dimana segala perbuatan seseorang di dalam kehidupan dunia ini
akan dibalas. Namun tidak sedikit juga orang yang meragukan akan adanya
kehidupan akhirat (kehidupan setelah kematian). Mereka-mereka yang meyakini
adanya kehidupan akhirat ada yang menyatakan: 'Mudahnya meyakini adanya
kehidupan setelah kematian sama mudahnya dengan meyakini adanya hari esok
setelah hari ini, adanya nanti setelah sekarang, adanya memetik setelah
menanam'. Dengan meyakini adanya kehidupan akhirat setelah kehidupan didunia
ini akan menjaga seseorang dari bertindak sesuka hatinya, karena ia yakin
segala hal yang ia perbuat dalam kehidupannya sekarang akan dituainya kemudian
di alam setelah kematian.
2. Ayat-ayat tentang Akhirat beserta
Tafsirannya
a. Tafsir Surat
Al-A’laa Ayat 16-17
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا
“Tetapi kamu (orang-orang
kafir ) memilih kehidupan duniawi”.
وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
“Bahkan kamu mengutamakan kehidupan dunia, padahal
akhirat lebih baik dan lebih kekal”.
Menurut Ibnu
Katsir, maksud dari ayat tersebut adalah “Kalian mengutamakan kehidupan duniawi
daripada urusan akhirat. Kalian mengutamakan kehidupan duniawi daripada sesuatu
yang memberikan kalian manfaat dan kebaikan di dunia dan di akhiratmu”.
Ayat-ayat di atas mengecam manusia secara
umum dan orang-orang kafir secara khusus. Kata tu’tsirun terambil dari
kata atsra yang berarti mengambil sesuatu tanpa mengambil yang lain,
sehigga terasa ada semacam penilaian keistimewaan tersendiri pada sesuatu yang
diambil itu, keistimewaan yang tidak dimiliki oleh yang lain. Dalam
bahasa Arab dikenal kata-kata ista’tsara Allahu bi-fulan.
Maksudnya Allah memilihnya (mematikannya)
karena adanya keistimewaan pada yang wafat itu yang tidak dimiliki oleh
orang-orang lain ketika itu.
Kata ad-dunya
terambil dari kata dana yang berarti dekat atau dari kata dani’
yang berarti hina. Arti pertama menggambarkan kehidupan dunia adalah kehidupan
yang dekat serta dini dan dialami sekarang, sedangkan kehidupan akhirat adalah
kehidupan jauh dan akan datang. Dari
sini dapat dimengerti mengapa ditemukan puluhan ayat yang memperingatkan
tentang hakikat kehidupan duniawi dan sifatnya yang sementara agar keindahannya
tidak mengahambat perjalanan menuju Tuhan .
Al-Qur’an ketika menguraikan sifat
kesementaraan dari dunia dan kedekatannya bukan berarti meremehkan kehidupan
kehidupan dunia atau menganjurkan untuk meninggalkan dan tidak
memperhatikannya, tetapi mengingatkan manusia akan kesementaraan itu sehingga
tidak hanya berusaha memperoleh kenikmatan dan gemerlap duniawi serta
mengabaikan kehidupan kekal. Hal ini terbukti dengan anjuran Al-Qur’an
menjadikan dunia sebagai sarana menuju kehidupan di akhirat:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا
تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا َ...
“Tuntutlah melalui apa yang dianugerahkan Allah
kepadamu ( di dunia ini ), kebahagiaan hidup di akhirat dan jangan lupakan
bagianmu di dunia ini. . . .” (QS.al-Qashas : 77)
Dunia adalah
kebenaran bagi yang menyadari hakikatnya, ia adalah tempat dan jalan bagi yang
memahaminya. Dunia adalah arena kekayaan bagi yang menggunakannya untuk
mengumpul bekal perjalanan menuju keabadian. Serta aneka pelajaran bagi yang
merenung dan memperhatikan fenomena serta peristiwa-peristiwanya. Ia adalah
tempat mengabdi para pecinta Allah, tempat berdoa para malaikat, tempat
turunnya wahyu bagi para nabi dan tempat curahan rahmat bagi yang taat .
Jika demikian ayat 16 ini tidak ditujukan kepada
orang-orang yang beriman dan yang mengambil pelajaran dan peringatan-peringatan
Allah, menghimpun kebahagiaan dunia dan akhirat, tetapi ditujukan kepada mereka
yang mengabaikan kehidupan akhirat atau mementingkan dunia semata-mata .
Imbalan Allah
di akhirat lebih bailk daripada di dunia dan lebih kekal, karena dunia dalah daniyah
(hina) dan fana , sementara akhirat adalah mulia dan kekal. Orang yang berakal
tidak mengkin mengutamakan sesuatu yang fana daripada sesuatu yang kekal . Kata
khair/lebih baik dan abqa/lebih kekal menurut Quraish Shihab
keduanya berbentuk superlatitif. Ini memberi kesan perbandingan dengan
kehidupan duniawi, surga lebih baik dan kekal dibandingkan dengan kenikmatan
dunia. Ini berarti bahwa dunia pun mempunyai segi kebaikannya, namun kehidupan
akhirat kelak, jauh lebih baik dan kekal.
Ada juga ulama tafsir yang tidak memahami kedua
kata tersebut dalam arti superlatif, sehingga dengan demikian ayat 17 ini bila
diterjemahkan menjadi: “Sedang kehidupan di akhirat lebih baik dan kekal”. Pendapat
terakhir dapat mengarah pada pengabaiaan sama sekali, karena dengan pemahaman
seperti itu, seakan-akan dunia tidak memiliki segi positif sedikit pun .
Imam Ahmad berkata: Husain bin Muhammad berkata
kepada kami, Daud berkata kepada kami Abu Ishaq, dari Urwah, dari Aisyah, ia
berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Dunia adalah tempat bagi siapa yang tidak
memiliki tempat dan harta bagi yang tidak memiliki harta. Dunia
juga memiliki sesuatu yang dikumpulkan oleh siapa yang memiliki akal.”
Selain dalam hadits di atas Imam Ahmad berkata: Sulaiman
bin Daud Al Hasyimi berkata kepada kami, Isma’il bin Ja’far berkata kepada
kami, Amru bin Abu Amru menggambarkan kepada kami dari Al Muthallib bin
Abdullah, dari Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah SAW bersabda yang
artinya:“Barang siapa mencintai dunianya maka ia akan melarat (miskin) dalam kehidupan
akhiratnya. Barang siapa mencintai kehidupan akhirat maka ia akan
melarat (miskin ) dalam kehidupan dunianya. Jadi pilihlah kehidupan yang kekal
dari kehidupan yang fana”. Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad .
b. Tafsir Surat Al-Hadid
Ayat 20
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الأمْوَالِ وَالأوْلادِ... (٢٠)
“Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak...”
Menurut Ibnu
Katsir, dalam ayat ini Allah subhanahu wata’ala berfirman merendahkan dan
menghinakan kehidupan dunia. Yakni yang dihasilkan oleh kehidupan duniawi bagi
penghuninya hanyalah sebagaimana yang disebutkan dalam ayat tersebut. Seperti
firman Allah ta’ala:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ
وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ
وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ
“dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”. (QS. Ali
Imran:14).
Quraish Shihab di dalam tafsirnya menyatakan bahwa
pada ayat tersebut digunakan lafadz (إنما) yang artinya tidak lain atau hanya yang
mengandung makna pembatasan, sehingga bila merujuk ke redaksi ayat, maka selain
yang disebut oleh redaksinya, bukan merupakan bagian dari kehidupan dunia.
Beliau menjelaskan bahwa lafadz (إنما) dalam ayat tersebut berfungsi sebagai penegasan
dan penggambaran bahwa hal-hal itulah (permainanan, sesuatu yang melalaikan,
permainan, dst.) yang terpenting dalam pandangan orang-orang yang lengah.
Kata (لعب) yang biasa diterjemahkan permainan digunakan
oleh Alquran dalam arti suatu perbuatan yang dilakukan oleh pelakunya bukan
untuk suatu tujuan yang wajar, dalam arti membawa manfaat atau mencegah
madharat. Artinya permainan tersebut dilakukan tanpa tujuan dan hanya
digunakan untuk menghabiskan waktu. Sementara itu kata (لهو) artinya
suatu perbuatan yang mengakibatkan kelengahan pelakunya dari pekerjaan yang
bermanfaat atau lebih bermanfaat dan penting daripada yang sedang dilakukannya
itu. Kemudian Allah ta’ala berfirman dalam surat Yunus ayat 24: “...seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani...”
Menurut Ibnu Katsir, Allah ta’ala memberikan
perumpamaan kehidupan dunia seperti tanaman yang tumbuh kerena turunnya hujan,
sehingga mengagumkan para petani yang melihatnya. Maka seperti para
petani yang kagum dengan tanaman-tanaman itu, kehidupan dunia juga telah
membuat orang kafir terkagum-kagum, karena mereka adalah orang yang paling
rakus terhadap dunia.
...ثمَّ يُخْرِجُ به زرعا مُّختلفًا
الوانه ثمَّ يهيج فترىه مصفرًّا ثمَّ يجعله حطامًا....
“...kemudian dengan air (hujan) itu
ditumbuhkan-Nya tanaman-tanaman yang bermacam-macam warnanya, kemudian menjadi
kering lalu engkau melihantnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur
berderai-derai...” (QS. Az-Zumar: 21)
Maksudnya
tanaman itu berubah menjadi kuning setelah sebelumnya berwarna hijau, kemudian
menjadi kering, lapuk dan akhirnya hancur. Seperti itulah kehidupan dunia
mulanya muda belia, kemudian dewasa, dan akhirnya menjadi tua, lemah tak
berdaya dan akhirnya mati.
....وفرحوا بالحيوة الدُّنيا وما الحيوة
الدُّنيا فى الاخرة الاَّ متاعٌ {٢٦}
“..... mereka bergembira dengan kehidupan dunia,
padahal kehidupan dunia hanyalah kesenangan (yang sedikit) dibanding kehidupan
akhirat.” (QS. Ar-Ra’d:
26)
Bahwa kehidupan dunia ini hanya kesenangan
yang fana yang menipu siapa saja yang cenderung kepadanya. Sehingga banyak manusia yang tertipu dan lebih
mengutamakan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, bahkan ada sebagian
manusia yang mangingkari adanya kehidupan akhirat. Padahal di akhirat terdapat
adzab yang pedih atau ampunan dan keridhaan Allah ta’ala.
c. Tafsir Surat Al-Waqi’ah ayat 1-10
إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا
كَاذِبَةٌ خَافِضَةٌ رَافِعَةٌ إِذَا رُجَّتِ الأرْضُ رَجًّا وَبُسَّتِ
الْجِبَالُ بَسًّا فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا وَكُنْتُمْ أَزْوَاجًا
ثَلاثَةً فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ وَأَصْحَابُ
الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَاب الْمَشْأَمَةِ وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ
Pada
surat ini diawali dengan datangnya Hari Kiamat. Kembali lagi ditegaskan bahwa
kehidupan di dunia ini tidaklah kekal dan pasti akan kehancuran yang ditandai
dengan datangnya Hari Kiamat. Hari Kiamat tidak dapat dihindari dan tidak dapat
diduga kapan terjadi.
Dengan datangnya Hari Kiamat tersebut, maka akan terlihat siapa yang
berbuat baik selama di dunia (dengan arti ia ditinggikan sebab perbuatan
baiknya) dan siapa yang berbuat jahat (direndahkan karena perbuatan jahatnya).
Pada ayat-ayat selanjutnya digambarkan sedikit mengenai peristiwa Hari
Kiamat. Bagaimana bumi digoyang-goyangkan dengan kekuatan yang paling
dahsyat dan gunung-gunung yang dilumat habis.
Kemudian setelah itu akan terjadi
kebangkitan, menyebabkan manusia di alam akhirat nanti terbagi menjadi tiga
golongan. Yang pertama adalah golongan kanan, artinya adalah orang tersebut
mempunyai catatan amal yang bagus selama di dunia sehingga saat ia menerima
‘buku rapor’ di akhirat kelak ia menerimanya dengan tangan kanan. Balasan
baginya adalah surga. Dan golongan
kiri, yaitu golongan yang
mempunyai catatan amal perbuatan yang buruk sehingga ia menerima transkip
perbuatannya selama di dunia dengan tangan kiri. Balasan bagi golongan kiri
adalah kesengsaraan (neraka). Dan yang terakhir adalah orang-orang terdahulu
yang beriman kepada Allah.
d. Tafsir Surat Al-Qari’ah ayat 1-11
الْقَارِعَةُ مَا الْقَارِعَةُ وَمَا أَدْرَاكَ
مَا الْقَارِعَةُيَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ
وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ
مَوَازِينُهُ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ
فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ نَارٌ حَامِيَةٌ
Pada ayat
pertama tersebut sebuah nama julukan lain dari hari Kiamat, yaitu Al-Qari’ah.
Hal itu terus disebutkan berulang-ulang hingga ayat ketiga. Baru pada ayat
keempat dijelaskan bagaimana hari Kiamat nantinya. Dijelaskan seperti apa
keadaan dunia ini.
Ayat keenam dan
ketujuh membahas bagaimana orang yang berbuat baik mendapatkan balasan atas apa
yang ia kerjakan selama hidupnya. Sedangkan ayat kedelapan dan seterusnya
membahas bagaimana orang yang berbuat buruk mendapatkan balasan atas apa yang
ia kerjakan selama hidupnya, yaitu dimasukkan ke neraka Hawiyah.
C. PENUTUP
Dunia ini
adalah kenikmatan yang sesaat, seperti halnya permainan. Akan tetapi kita tidak
boleh meninggalkan dunia secara mutlak. Kita harus bisa memanfaatkan kehidupan
dunia untuk meraih kehidupan akhirat, jangan sampai kita tertipu oleh
kemegahan, keindahan, dan kenikmatan dunia, seperti halnya orang-orang kafir
yang terkagum-kagum dengan kehidupan dunia.
Kita harus meyakini bahwasanya kita akan dibangkitkan oleh Allah setelah
kita mati, meskipun tubuh kita telah hancur dan yang tersisa hanyalah
tulang-belulang. Setelah kita dibangkitkan dari kubur, maka kita kan menghadap
kepada Allah untuk menerima pembalasan atas apa yang telah kita lakukan di
dunia. Maka dari penjelasan yang telah dipaparkan diatas, sangat banyak
hal yang dapat kita ketahui serta dapat kita pahami mengenai akhirat maupun
dunia. Jelas sudah bagi kita bahwa dunia ini hanyalah tempat singgah yang hanya
bersifat sementara yang diciptakan Allah untuk menguji para hambanya. Dikatakan
bahawa dunia hanyalah tempat yang sia sia, perhiasan dan hanya permainan
belaka, yang mana dengannya kita akhirnya lupa tujuan utama kita, yaitu akhirat
. Kita lupa akan akhirat dikarenakan indahnya dunia, kita lupa oleh gemerlapnya
dunia. Kita bahkan lebih mengutamakan dunia dari pada akhirat, padahal jelas
akhirat lebih baik dari pada dunia, Allah pun telah mengingatkan di bnyaka ayat
nya, Maka sungguh kita akan benar-benar mngejar akhirat apabila kita
benar-benara tau apa yang akan terjadi di kahirat kelak dan betapa fana nya
kehidupan dunia ini.
DAFTAR PUSAKA
Abdullah bin Muhammad ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir
; penerjemah, M. Abdul Ghafar E.M. et all. Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, cet.
III.2004
Al Hafizh ‘Imaduddin Abu Al Fida’ Ismail Ibnu Katsir; penerjemah, Farizal
Tirmidzi. Tafsir Juz ‘Amma. Jakarta: Pustaka Azzam, cet, 11. 2007
Syaikh Imam Al-Qurthubi; penerjemah, Akhmad Khotib.Al Jami’ li’Ahkam
Al-Qur’an. Jakarta:Pustaka Azzam.2009
Tidak ada komentar :
Posting Komentar